Wednesday, March 27, 2013

Tinjauan Umum Politik Hukum Indonesia

Sejarah Timbulnya Politik Hukum

Latar belakang yang menjadi raison d’etre kehadiran disiplin politik hukum adalah rasa ketidakpuasan para teoritisi hukum terhadap model pendekatan hukum. Sejak era Yunani Kuno hingga Post Modern, studi hukum mengalami pasang surut, perkembangan dan pergeseran yang disebabkan oleh terjadinya perubahan struktur sosial, industrialisasi, politik, ekonomi dan pertumbuhan piranti lunak ilmu pengetahuan. Satjipto Rahardjo dalam bukunya yang berjudul Pemikiran Tentang Ancaman Antardisiplin dalam Pembinaan Hukum Nasional menjelaskan bahwa pada abad ke-19 di Eropa dan Amerika, individu merupakan pusat pengaturan hukum, sedang bidang hukum yang sangat berkembang adalah hukum perdata. Keahlian hukum dikaitkan pada soal keterampilan teknis atau keahlian tukang (legal craftsmanship). Hukum kala itu dianggap independen dan tidak membutuhkan bantuan dari ilmu lain.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Donald H, Gjerdingen, beliau mengemukakan terjadinya pergeseran pemahaman teoritisi terhadap relasi antara hukum dan entitas bukan hukum. Beberapa aliran hukum menurutnya menganggap hukum otonom dari entitas bukan hukum sudah merupakan sesuatu yang tidak sesuai dengan realitas hukum. Politik hukum muncul sebagai suatu disiplin hukum alternatif di tengah kebuntuan metodologis dalam memahami kompleksitas hubungan antara hukum dan entitas bukan hukum terutama dalam kaitan studi ini adalah politik. Istilah dan kajian politik hukum baik dari sisi teoritis dan praktis telah dikenal cukup lama di Indonesia. Namun perkembangannya berjalan sangat lambat.

Pengertian Politik Hukum
1. Perspektif Etimologis
Secara etimogis istilah politik hukum merupakan terjemahan dari rechtspolitiek yang terdiri atas dua kata yakni recht dan politiek. Kant menyatakan law , in generic sense, is a body of rules of action or conduct prescribed by controlling authority and having binding legal force. Kata politiek mengandung arti beleid. Kata beleid sendiri dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan (policy). Istilah rechtspolitiek sering dirancukan dengan politieekrecht yang berarti hukum politik. Menurut Hence van Maarseveen istilah politieekrecht merujuk pada istilah hukum tata negara. Politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum, selanjutnya dikatakan politik hukum adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak dalam bidang hukum. Secara etimologis politik hukum secara singkat berarti kebijaksanaan hukum.

2. Perspektif Terminologis
Pendefinisian secara etimologis ternyata belum memberikan gambaran yang komprehensif mengenai politik hukum. Oleh sebab itu diperlukan pendefinisian dari beberapa ahli seperti:

  • Padmo Wahjono, politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi hukum yang akan dibentuk.
  • Teuku Mohammad Radjie mendefinisikan politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.
  • Soedarto, politik hukum adalah kebijakan dari negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendak, yang diperkirakan akan digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Dalam buku lain Soedarto juga mendefinisikan politik hukum sebagai usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu.
  • Satjipto Rahardjo, Satjipto mengutip pendapat parson dan kemudian mendefinisikan politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat.
  • Sunaryati Hartono, Sunaryati Hartono tidak mendefinisikan politik hukum secara eksplisif, beliau mengatakan politik hukum sebagai sebuah alat (tool) atau sarana dan langkah yang dapat digunakan pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional itu akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Sunaryati Hartono menitikberatkan politik hukum dalam dimensi ius contituendum.
  • Abdul Hakim Garuda Nusantara mengemukakan politik hukum nasional secara harfiah dapat diartikan sebagai kebijakan hukum (legal policy) yang hendak diterapkan atau dilaksanakan secara nasional oleh suatu pemerintahan negara tertentu. Definisi yang disampaikan Abdul Hakim Garuda Nusantara merupakan definisi yang paling komprehensif yang merinci mengenai wilayah kerja politik hukum yang meliputi teritorial berlakunya politik hukum dan proses pembaruan dan pembuatan hukum yang mengarah pada sifat kritis terhadap hukum yang berdimensi ius constitutum dan menciptakan hukum yang berdimensi ius constituendum. Selanjutnya ditegaskan pula mengenai fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum, suatu hal yang tidak disinggung oleh para ahli sebelumnya.

POLITIK HUKUM bersifat lokal dan partikular yang hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang kesejarahan, pendangan dunia (world-view), sosio-kultural dan political will dari masing-masing pemerintah. Meskipun begitu, politik hukum suatu negara tetap memperhatikan realitas dan politik hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang menimbulkan istilah politik hukum nasional.

Politik Hukum dan Perspektif Keilmuan
Politik Hukum dan Disiplin Hukum
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto meletakkan politik hukum sebagai bagian dari studi hukum. Disiplin politik hukum menurut mereka merupakan gabungan dari Ilmu Hukum dan filsafat hukum. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan yang ada selama ini bahwa politik hukum merupakan gabungan dari ilmu hukum dan ilmu politik. Apabila dihubungkan dengan praktik policy making dan policy executing di bidang hukum, politik hukum sebagai teori mengungkapkan policy evaluation dan policy approximation serta policy recommendation di bidang hukum. Dengan demikian politik hukum merupakan sistem ajaran tentang hukum sebagai kenyataan idiil dan riil.

Politik Hukum Sebagai Kajian Hukum Tata Negara. Lembaga-lembaga pemerintahan maupun tujuan negara yang dicita-citakan merupakan bagian dari studi hukum tata negara. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan politik hukum kini menjadi kajian disiplin ilmu tersebut. Menurut H.D. van Wijk sebagaimana dikutip Sri Soemantri, “bila dikaitkan dengan sebuah sistem hukum, hukum tata negara merupakan pondasi, dasar atau muara berlakunya cabang dan ranting hukum yang lain.”

Van Wijk dan le Roy sama-sama menempatkan hukum tata negara sebagai hukum sentral bagi pelaksanaan hukum kenegaraan. Namun pembagian tersebut baru berbicara tentang produk-produk hukum yang menjadi bagian hukum tata negara bukan proses hukum dan politik pembentukan produk-produk hukum. Pada bagian inilah sebenarnya studi politik hukum menjadi sangat penting untuk dicermati karena berkaitan dengan cara bekerjanya badan-badan negara yang berwenang menetapkan politik hukum sebuah negara.

Ruang Lingkup dan Manfaat Ilmu Politik Hukum
Ruang lingkup atau wilayah kajian (domain) disiplin politik hukum meliputi aspek lembaga kenegaraan pembuat politik hukum, letak politik hukum dan faktor (internal dan eksternal) yang mempengaruhi pembentukan politik hukum suatu negara. Politik hukum menganut prinsip double movement yaitu selain sebagai kerangka pikir merumuskan kebijakan dalam bidang hukum (legal policy) oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang ia juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah diundangkan berdasarkan legal policy tersebut. Secara rinci ruang lingkup politik hukum adalah:

a. Proses penggalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh penyelenggarakan negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
b. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut ke dalam bentuk sebuah rancangan peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara negara yang berwenang merumuskan politik hukum.
c. Penyelenggaraan negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum.
d. Peraturan perundang-undangan yang memuat politik hukum.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum baik yang akan, sedang dan telah ditetapkan.
f. Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari politik hukum suatu negara.

Dalam hal ini, Politik Hukum Indonesia secara umum bermanfaat untuk mengetahui bagaimana proses-proses yang tercakup dalam enam wilayah kajian yang bersifat integral itu dapat menghasilkan sebuah legal policy yang sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat.

Saturday, December 24, 2011

TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA (TINJAUAN UU No. 31 TAHUN 1999 Jo UU No. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI)

A. PENDAHULUAN

Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.

Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini. Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.

Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H., 1981:310)

Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.

Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
 
Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, 
Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, 
Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

 
 B. PENGERTIAN KORUPSI

Dalam ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin: corruption = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harfia dari korupsi dapat berupa :
 
Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. 
Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya. 
1.  Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai kekuasaan                    untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.

2. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya);

3. Koruptor (orang yang korupsi).

Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. (Evi Hartanti, S.H., 2005:9)

Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:
Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2); 
Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).
    Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.

 
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pertanggung jawaban pidana pada perkara tindak pidana korupsi yaitu:

1.  Korporasi  adalah  kumpulan  orang  dan  atau  kekayaan  yang  terorganisasi  baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

2.  Pegawai Negeri adalah meliputi :

a.  pegawai      negeri      sebagaimana        dimaksud      dalam      Undang-undang   tentang

Kepegawaian;

b.  pegawai  negeri  sebagaimana  dimaksud  dalam  Kitab  Undang-undang  Hukum

Pidana;

c.  orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;

d.  orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau

e.  orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.

3.  Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.

 
PENJATUHAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut.

 

Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
Pidana Mati

Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu.

 
Pidana Penjara
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
    Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3)
    Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
    Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.

 
Pidana Tambahan
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
    Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
    Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
    Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana.
    Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
    Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

 
Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi

Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
 
Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
    Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
    Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain.
    Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding pengadilan.
    Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.

 

Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;Perbuatan melawan hukum;Merugikan keuangan Negara atau perekonomian; 
Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
PENUTUP

Dari uraian pengertian dan penyebab korupsi di atas, dapat disimpulkan bahwa akibat dari tindak pidana korupsi sangat luas dan mengakar. Adapun akibat dari korupsi adalah sebagai berikut:

    Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah;
    Berkurannya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat;
    Menyusutnya pendapatan Negara;
    Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara;
    Perusakan mental pribadi;
    Hukum tidak lagi dihormati.

 

DAFTAR PUSTAKA
Hartanti, Evi, S.H., 2005. Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta
Marpaung, Leden, S.H., 1992. Tindak Pidana Korupsi : Masalah dan Pemecahannya Bagian kedua. Sinar Grafika : Jakarta
Simanjuntak, B, S.H., 1981. Pengantar Kriminologi dan Pantologi Sosial. Tarsino : BandungKitab Undang-undang Hukum Pidana
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Wednesday, November 16, 2011

ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA

1. Pengertian

Menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan asas adalah dasar,

pedoman, atau sesuatu yang menjadi pokok dasar.

Asas-asas dalam Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar

yang merupakan hukumpositif dan mengatur mengenai asas-asas dan pengertianpengertian

dalam penyelenggaraan Negara.

2. Asas-Asas Hukum Tata Negara

1. Asas Pancasila

Bangsa Indonesia telah menetapkan falsafah/asas dasar Negara adalah

Pancasila yang artinya setiap tindakan/perbuatan baik tindakan pemerintah

maupun perbuatan rakyat harus sesuai dengan ajaran Pancasila.

Dalam bidang hukum Pancasila merupakan sumber hukum materiil, sehingga

setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan

sila-sila yang terkandung dalam Pancasila.

Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan Konstitusional daripada

Negara Republik Indonesia.

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok-pokok

pikiran yang merupakan cita-cita hukum Bangsa Indonesia yang mendasari

hukum dasar Negara baik hukum yang tertulis dan hukum tidak tertulis.


Pokok-pokok pikiran yang merupakan pandangan hidup bangsa adalah :

1. Pokok Pikiran Pertama “ Negara “

“Negara menlindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan

Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Dari penjelasan di atas menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia

adalah Negara Kesatuan yang melindungi Bangsa Indonesia serta

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan dmikian Negara mengatasi dan menyelesaikan masalah-masalah

yang menimbulkan perpecahan dalam Negara, dan sebaliknya Negara,

pemerintah serta setiap warga Negara wajib mengutamakan kepentingan

Negara di atas kepentingan golongan ataupun perorangan.

2. Pokok pikiran kedua adalah :

“ Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”.

Istilah Keadilan Sosial merupakan masalah yang selalu dibicarakan dan

tidak pernah selesai, namun dalam bernegara semua manusia Indonesia

mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang terutama

yang menyangkut hukum positif.

Penciptaan keadilan sosial pada dasarnya bukan semata-mata tanggung

jawab Negara akan tetapi juga masyarakat, kelompok masyarakat bahkan

perseorangan.


3. Pokok pikiran ketiga adalah :

“ Negara yang berkedaulatan rakyat “

Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam Negara Indonesia yang

berdaulat adalah rakyat atau Kedaultan ada ditangan rakyat.

Dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat ini melallui musyawarah oleh

wakil-wakil rakyat.

4. Pokok pikiran keempat

“ Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang adil dan beradab”.

Negara menjamin adanya kebebasan beragama dan tetap memelihara

kemanusian yang adail dan beradab.

2. Asas Negara Hukum

Setelah UUD 1945 diamandemen, maka telah ditegaskan dalam pasal 1 ayat 3

bahwa “ Negara Indonesia adalah Negara hukum dimana sebelumnya hanya

tersirat dan diatur dalam penjelasan UUD 1945”.

Atas ketentuan yang tegas di atas maka setiap sikap kebijakan dan tindakan

perbuatan alat Negara berikut seluruh rakyat harus berdasarkan dan sesuai

dengan aturan hukum. Dengan demikian semua pejabat/ alat-alat Negara tidak

akan bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan kekuasaannya.

Dalam Negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam

penyelenggaraan Negara dengan kata lain yang memimpin dalam

penyelenggaraan Negara adalah hukum, hal ini sesuai dengan prinsip “ The

Rule of Law and not of Man”.


Istilah Negara hukum merupakan terjemahan dari Rechtstaat yang popular di

eropa Kontinental pada abad XIX yang bertujuan untuk menentang suatu

pemerintahan Absolutisme.

Sifat dari Rechtstaat sesuai dengan ………. dari Eropa Kontinental adalah

sistem Kodifikasi yang berarti semua peraturan hukum harus disusun dalm

satu buku sesuai dengan jenisnya, sehingga karakteristik daripada Rechtstaat

adalah bersifat administratif.

Unsur-unsur / ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaat

adalah :

1. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

yang mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial,

kultur dan pendidikan.

2. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh

suatu kekuasaan atau kekuatan lain apapun.

3. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.

4. Adanya Undang-Undang Dasaer yang memuat ketentuan tertulis tentang

hubungan antara penguasa dengan rakyat.

5. Adanya pembagian kekauasaan Negara.

Ciri-ciri di atas menunjukkan bahwa Rechstaat adalah pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang bertumpu atas prinsip

kebebasan dan persamaan.


Adanya Undang-Undang Dasar akan menjamin terhadap asas kebebasan dan

persamaan. Dengan adanya pembagian kekuasaan untuk menghindari

penumpukkan kekuasaan dalam satu tangan yang sangat cenderung pada

penyalahgunaan kekuasaan terhadap kebebasan dan persamaan.

Disamping konsep Rechstaat dikenal pula konsep The Rule of Law yang

sudah ada sebelum konsep Rechstaat.. Rule of Law berkembang di Negara

Anglo Saxon yang bertumpu pada sistem hukum Common law dan bersifat

yudicial yaitu keputusan-keputusan/ yurisprudensi.

Menurut Soerjono Soekanto, istilah Rule of Law paling sedikit dapat ditinjau

dalam dua arti yaitu :

1. Arti formil, dimaksudkan sebagai kekuasaan publik yang teroganisir

yang berarti setiap tindakan/perbuatan atau kaidah-kaidah

didasarkan pada khirarki perintah dari yang lebih tinggi.

Unsur-unsur Rule of Law dalam arti formil meliputi :

1. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

2. Adanya pemisahan kekuasaan.

3. Setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan

perundang-undangan.

4. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri.


2. Rule of Law dalam arti materiil atau idiologis mencakup ukuranukuran

tentang hukum yang baik atau yang tidak yang antara lain

mencakup :

1. Kesadaran ketaatan warga masyarakat terhadap kaidah-kaidah hukum

yang ditetapkan oleh yang berwenang.

2. Bahwa kaidah-kaidah tersebut harus selaras dengan hak-hak asasi

manusia.

3. Negara berkewajiban menjamin tercapainya suatu keadilan sosial dan

kebebasan, kemerdekaan, penghargaan yang wajar terhadap martabat

manusia..

4. Adanya tata cara yang jelas dalam proses untuk mendapatkan keadilan

terhadap perbuatan yang sewenang-wenang dari penguasa.

5. Adanya peradilan yang bebas dan merdeka dari kekuasaan dan

kekuatan apapun juga.

3. Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi

Pengertian :

Kedaulatan artinya kekuasaan atau kewenangan yang tertinggi dalam suatu

wilayah. Kedaulatan ratkyat artinya kekuasaan itu ada ditangan rakyat,

sehingga dalam pemerintah melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan

keinginan rakyat. J.J. Rousseaw mengatakan bahwa pemberian kekuasaan

kepada pemerintah melalui suatu perjanjian masyarakat (sosial contract) dan


apabila pemerintah dalam menjalankan tugasnya bertentangan dengan

keinginan rakyat, maka pemerintah dapat dijatuhkan oleh rakyat.

Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan :

“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.

Rumusan ini secara tegas bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat yang diatur

dalam UUD 1945.UUD 1945 menjadi dasar dalam pelaksanaan suatu

kedaulatan rakyat tersebut baik wewenang, tugas dan fungsinya ditentukan

oleh UUD 1945.

Hampir semua para ahli teoritis dari zaman dahulu hingga sekarang

mengatakan bahwa yang berkuasa dalam sistem pemerintahan Negara

demokrasi adalah rakyat.

Paham kerakyatan/ demokrasi tidak dapat dispisahkan dengan paham Negara

hukum, sebab pada akhirnya hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan

Negara/ pemerintah dan sebaliknya kekuasaan diperlukan untuk membuat dan

melaksanakan hukum. Inilah yang juga dikatakan bahwa hubungan antara

hukum dengan kekuasaan tidak dapat dipisahkan dan sangat erat

hubungannya.

Dalam Negara adanya saling percaya yaitu kepercayaan dari rakyat tidak

boleh disalahgunakan oleh Negara dan sebaliknya harapan dari penguasa

dalam batas-batas tertentu diperlukan kepatuhan dari rakyat terhadap aturanaturan

yang ditetapkan oleh Negara.


4. Asas Negara Kesatuan

Pada dasarnya Negara kesatuan dideklarasikan pada saat menyatakan/

memproklamirkan kemerdekaan oelh para pendiri Negara dengan menyatakan

seluruh wilayah sebagai bagian dari satu Negara.

Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 menyatakan :

“Negara Indonesia sebagai suatu Negara kesatuan yang berbentuk Republik.”

Negara kesatuan adalah Negara kekuasaan tertinggi atas semua urusan Negara

ada ditangan pemerintah pusat atau pemegang kekuasaan tertinggi dalam

Negara ialaha pemerintah pusat.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dapat menjadi dasar suatu

persatuan, mengingat Bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku bangsa,

agama, budaya dan wilayah yang merupakan warisan dan kekayaan yang

harus dipersatukan yaitu Bhineka Tunggal Ika. Ini berarti Negara tidak boleh

disatukan atau diseragamkan, tetapi sesuai dengan Sila ketiga yaitu “Persatuan

Indonesia bukan kesatuan Indonesia. Negara Kesatuan adalah konsep tentang

bentuk Negara dan republic adalah konsep tentang bentuk pemerintahan.

Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia diselenggrakan engan pemberian

otonomi kepada daerah yang seluas-luasnya untuk berkembang sesuai dengan

potensi dan kekayaan yang dimiliki masing-masing daerah yang didorong,

didukung dari bantuan pemerintah pusat.

5. Asas Pembagian Kekuasaan dalam Check and Balances


Pengetian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pemisahan kekuasaan,

pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan Negara itu terpisah-pisah

dalam beberapa bagian seperti dikeukakan oleh John Locke yaitu :

1. Kekuasaan Legislatif

2. Kekuasaan Eksekutif

3. Kekuasaan Federatif

Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara terdapat tiga jenis

kekuasaan yaitu Trias Politica.

1. Eksekutif

2. Legislatif

3. Yudikatif

Dari ketiga kekuasaan itu masing-masing terpisah satu dama linnya baik

mengenai orangnya mapun fungsinya.

Pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu dibagi-bagi dalam

beberapa bagian, tidak dipisahkan yang dapat memungkinkan adanya

kerjasama antara bagian-bagian itu ( Check and Balances).

Tujuan adanya pemisahan kekuasaan agar tindakan sewenang-wenang dari

raja dapat dihindari dan kebebasan dan hak-hak rakyat dapat terjamin.

UUD 1945 setelah perubahan membagi kekuasaan Negara atau membentuk

lembaga-lembaga kenegaraan yang mempunyai kedudukan sederajat serta

fungsi dan wewenangnya masing-masing yaitu :


1. Dewan Perwakilan Rakyat

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat

3. Dewan Pimpinan Daerah

4. Badan Pemepriksa Keuangan

5. Presiden dan Wakil Presiden

6. Mahkamah Agung

7. Mahkamah Konstitusi

8. Komisi Yudisial

9. Dan Lembaga-lembaga lainnya yang kewenagannya diatur dalam UUD

1945 dan lembaga-lembaga yang pembentukan dan kewenangannya diatur

dengan Undang-Undang.

Dengan demikian UU 1945 tidak menganut pemisahan kekuasaan Negara

seperti dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu seperti tersebut di

atas, akan tetapi UUD 1945 membagi kekuasaan Negara dalam lembagalembaga

tinggi Negara dan mengatur pula hubungan timbal balik antara

lembaga tinggi Negara tersebut.