Thursday, November 10, 2011

Kejahatan Terhadap Nyawa

Pengertian
Kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen het leven) adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa (leven). Atas dasar kesalahannya, ada dua kelompok kejahatan terhadap nyawa, yaitu:
  1. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven), dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal 338 sampai 350:
    1. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag, 338 KUHP)
    2. Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului dengan tindak pidana lain (339 KUHP)
    3. Pembunuhan berencana (moord, 340 KUHP)
    4. Pembunuhan ibu terhadap bayinya pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan (341, 342, dan 343 KUHP)
    5. Pembunuhan atas permintaan korban (344 KUHP)
    6. Penganjuran dan pertolongan pada bunuh diri (345 KUHP)
    7. Pengguguran dan pembunuhan terhadap kandungan (346, 347, 348, dan 349 KUHP)
  2. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja (culpose misdrijven) dimuat dalam Bab XXI, pasal 359.
A.      Kejahatan Terhadap Nyawa yang Dilakukan Dengan Sengaja (dolus misdrijven)
1.       Pembunuhan Biasa Dalam Bentuk Pokok (Doodslag, 338 KUHP)
Unsur-unsur:
  1. Unsur obyektif:
1)     Perbuatan: Menghilangkan nyawa;
2)     Obyek: Nyawa orang lain.
  1. Unsur subyektif: dengan sengaja
Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain) terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
  1. Adanya wujud perbuatan;
  2. Adanya suatu kematian (orang lain);
  3. Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara perbuatan dan akibat kematian (orang lain).
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodslag, 338 KUHP) dimaksudkan untuk menghilangkan nyawa orang lain, sedangkan tindak pidana penganiayaaan (mishandeling, 351 KUHP) yang ditujukan hanyalah rasa sakit (pijn), luka (letsel) atau merusak kesehatan saja.
2.       Pembunuhan yang Diikuti, Disertai atau Didahului Dengan Tindak Pidana Lain (339 KUHP)
Unsur-unsur:
  1. Semua unsur pembunuhan (obyektif dan subyektif) pasal 388;
  2. Yang (1) diikuti, (2) disertai atau (3) didahului oleh tindak pidana lain;
  3. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud:
1)     Untuk mempersiapkan tindak pidana lain;
2)     Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain;
3)     Dalam hal tertangkap tangan ditujukan:
a)     Untuk menghindarkan:
(1)  Diri sendiri
(2)  Peserta lainnya dari pidana
b)     Untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum (dari tindak pidana lain itu).
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Pembedaan pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului dengan tindak pidana lain (339 KUHP) dengan pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan (365 KUHP):
  1. Pencurian dengan kekerasan (365 KUHP) kejahatan pokoknya adalah pencurian, sedangkan kejahatan dalam pasal 339 KUHP kejahatan pokonya adalah pembunuhan.
  2. Kesengajaan pada pasal 365 KUHP tidak ditujukan pada kematian orang lain sedangkan kesengajaan pada pasal 339 KUHP ditujukan pada matinya orang lain.
3.       Pembunuhan Berencana (Moord, 340 KUHP)
Unsur-unsur:
  1. Unsur subyektif:
1)     Dengan sengaja;
2)     Dengan rencana terlebih dahulu;
  1. Unsur obyektif:
1)     Perbuatan: menghilangkan nyawa;
2)     Obyek: nyawa orang lain.
Moord, pada dasarnya mengandung tiga syarat:
  1. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang;
  2. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak;
  3. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang.
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Pembunuhan berencana (340 KUHP) mengandung semua unsur pembunuhan pokok (338 KUHP) dan ditambah satu unsur lagi, yakni dengan rencana terlebih dahulu. Dapat dikatakan bahwa pembunuhan yang dimaksud dalam pasal 338 KUHP adalah tanpa rencana sedangkan dalam pasal 340 KUHP adalah dengan rencana terlebih dahulu.
4.       Pembunuhan Ibu Terhadap Bayinya Pada Saat atau Tidak Lama Setelah Dilahirkan (341, 342, dan 343 KUHP)
  1. Pembunuhan Biasa Oleh Ibu Terhadap Bayinya Pada Saat Atau Tidak Lama Setelah Dilahirkan (Kinderdoodslag, Pasal 341 KUHP)
Unsur-unsur:
  1. Unsur subyektif: Dengan sengaja;
  2. Unsur obyektif:
1)     Petindaknya: seorang ibu
2)     Perbuatannya: menghilangkan nyawa
3)     Obyeknya: nyawa bayinya
4)     Waktunya:
(1)  Pada saat bayi dilahirkan atau
(2)  Tidak lama setelah bayi dilahirkan
5)     Motifnya: karena takut diketahui melahirkan
Syaratnya, petindaknya haruslah seorang ibu, yang artinya ibu dari bayi yang dilahirkan.
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Perbedaan antara kejahatan dalam pasal 341 KUHP dengan pasal 338 KUHP adalah kejahatan dalam pasal 341 KUHP harus dilakukan oleh ibu terhadap bayinya ketika bayi dilahirkan atau tidak lama setelahnya. Sedangkan pasal 338 KUHP tidak harus dilakukan oleh ibu terhadap bayinya, melainkan oleh siapa saja.
  1. Pembunuhan Ibu Terhadap Bayinya Pada Saat Atau Tidak Lama Setelah Dilahirkan Dengan Direncanakan Lebih Dulu (Kindermoord, Pasal 342 KUHP)
Unsur-unsur:
  1. Petindak: seorang ibu
  2. Adanya putusan kehendak yang telah diambil sebelumnya;
  3. Perbuatan: menghilangkan nyawa;
  4. Obyek: nyawa bayinya sendiri
  5. Waktu:
a)     Pada saat bayi dilahirkan;
b)     Tidak lama setelah bayi dilahirkan;
  1. Karena takut akan diketahui melahirkan bayi
  2. Dengan sengaja
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Perbedaan kejahatan dalam pasal 340 KUHP dengan pasal 342 KUHP adalah dalam hal pembentukan kehendak, pembunuhan berencana (340 KUHP) dilakukan dalam keadaan atau suasana batin yang tenang, sebaliknya kindermoord (342 KUHP) dilakukan dalam keadaan atau suasana batin yang tidak tenang karena dalam suasana batin yang ketakutan akan diketahui bahwa ia melahirkan bayi.
  1. Turut Serta Dalam Kinderdoodslag Atau Kindermoord (Pasal 343 KUHP)
Pasal 343 KUHP merupakan perkecualian dari ketentuan pasal 58, yang mana ditujukan agar orang yang berkualitas pribadi selain ibu tidak mendapatkan keringanan pidana. Tujuan pasal ini hanya dalam hal penjatuhan pidana semata. Dengan kata lain beban tanggung jawab pidananya yang sama, bukan perbuatannya yang sama atau dianggap sama.
5.       Pembunuhan Atas Permintaan Korban (344 KUHP)
Unsur-unsur:
  1. Perbuatan: menghilangkan nyawa;
  2. Obyek: nyawa orang lain;
  3. Atas permintaan orang itu sendiri;
  4. Yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Perbedaan nyata antara pembunuhan dalam pasal 344 KUHP dengan pembunuhan dalam pasal 338 KUHP ialah terletak bahwa pada pembunuhan dalam 344 KUHP terdapat unsur (1) atas permintaan korban sendiri, (2) yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh, dan (3) tidak dicantumkannya unsur kesengajaan sebagaimana dalam rumusan pasal 338 KUHP.
6.       Penganjuran dan Pertolongan Pada Bunuh Diri (345 KUHP)
Unsur-unsur:
1)     Unsur obyektif terdiri dari:
a)     Perbuatan:
(1)  Mendorong,
(2)  Menolong,
(3)  Memberikan sarana
b)     Pada orang untuk bunuh diri
c)      Orang tersebut jadi bunuh diri
2)     Unsur subyektif: dengan sengaja
Dalam perbuatan mendorong (aanzetten), inisiatif untuk melakukan bunuh diri bukan berasal dari orang yang bunuh diri, melainkan dari orang lain, yakni dari orang yang mendorong. Berbeda dengan perbuatan menolong dan memberikan sarana, karena dalam kedua perbuatan ini, inisiatif untuk bunuh diri berasal dari korban sendiri.
Perbedaan Dengan Pasal Lain
  1. Perbedaan perbuatan mendorong dalam pasal 345 KUHP dengan perbuatan menganjurkan (uitlokken) dalam pasal 55 (1) KUHP:
    1. Dalam melakukan perbuatan menganjurkan (pasal 55 ayat 1 sub 2 KUHP) sudah ditentukan cara atau upaya melakukannya secara limitatif, karenanya melakukan penganjuran tidak boleh di luar dari cara-cara yang sudah ditentukan oleh UU itu. Sedangkan dalam melakukan perbuatan mendorong karena tidak disebutkan cara dan bentuknya, maka dapat digunakan dengan segala cara, termasuk cara sebagaimana yang digunakan untuk melakukan perbuatan menganjurkan.
    2. Pada perbuatan mendorong ditujukan agar terbentuknya kehendak orang untuk melakukan bunuh diri yang bukan merupakan suatu tindak pidana, tetapi pada perbuatan menganjurkan ditujukan pada terbentuknya kehendak orang untuk melakukan suatu tindak pidana.
    3. Perbedaan perbuatan menolong dan memberi sarana dengan (pasal 345 KUHP) perbuatan membantu (pasal 56 KUHP):
      1. Perbuatan menolong dan memberi sarana adalah merupakan unsur (perbuatan) dari suatu tinak pidana. Sedangkan membantu bukan merupakan unsur (perbuatan) dari suatu tindak pidana, melainkan suatu bagian dari pelaksanaan dari suatu tindak pidana.
      2. Bagi orang yang menolong dan memberi sarana dibebani tanggung jawab sendiri tanpa melihat dan dikaitkan pada tanggung jawab orang ynag ditolong dan diberi sarana. Sebaliknya, pada pembantuan, orang yang membantu dibebani tanggung jawab dengan dikaitkan pada orang yang dibantu, yakni dipidana setinggi-tingginya pidana maksimum diancamkan pada tindak pidana yang bersangkutan dikurangi sepertiganya.
      3. Percobaan pada bunuh diri, dalam arti jika setelah perbuatan bunuh diri dilaksanakan akibat kematian tidak timbul, maka orang yang menolong dan memberi sarana tidak dapat dipidana. Sebaliknya dalam pembantuan terhadap tindak pidana, misalnya pembunuhan walaupun akibat tidak timbul, sudah dapat dipidana.
7.       Pengguguran dan Pembunuhan Terhadap Kandungan (346, 347, 348, dan 349 KUHP)
  1. Pengguguran dan Pembunuhan Kandungan yang Dilakukan Sendiri (Pasal 346 KUHP)
Unsur-unsur:
Unsur obyektif:
  1. Petindak: seorang wanita,
  2. Perbuatan:
1)        Menggugurkan
2)        Mematikan
3)        Menyuruh orang lain menggugurkan; dan
4)        Menyuruh orang lain mematikan;
  1. Obyek: kandungannya sendiri;
Unsur subyektif: dengan sengaja
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Pengguguran dan pembunuhan kandungan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 346 KUHP dilakukan oleh seorang perempuan, terhadap kandungannya sendiri. Tidak disyaratkan bahwa kandungan tersebut sudah berwujud sebagai bayi sempurna dan belum ada proses kelahiran maupun kelahiran bayi, sebagaimana pada pasal 341 dan 342 KUHP. Berlainan dengan kejahatan dalam pasal 341 dan 342 KUHP, karena kandungan sudah berwujud sebagai bayi lengkap, bahkan perbuatan yang dilakukan dalam kejahatan itu adalah pada waktu bayi sedang dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan maka dikatakan bahwa pelakunya haruslah ibunya.
  1. Pengguguran dan Pembunuhan Kandungan Tanpa Persetujuan Perempuan yang Mengandung (Pasal 347 KUHP)
Unsur-unsur:
Unsur obyektif:
1)       Perbuatan:
a)        menggugurkan,
b)       mematikan
2)       Obyek: kandungan seorang perempuan;
3)       Tanpa persetujuan perempuan itu
Unsur subyektif: dengan sengaja
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Perbedaan kejahatan dalam pasal 346 KUHP dengan kejahatan  dalam pasal 347 KUHP adalah dalam pasal 346 KUHP terdapat perbuatan menyuruh (orang lain) menggugurkan dan menyuruh (orang lain) mematikan, yang tidak ada dalam pasal 347. Pada pasal 347 ada unsur tanpa persetujuannya (perempuan yang mengandung). Petindak dalam pasal 346 adalah perempuan yang mengandung, sedang petindak dalam pasal 347 adalah orang lain (bukan perempuan yang mengandung.
  1. Pengguguran dan Pembunuhan Kandungan Atas Persetujuan Perempuan yang Mengandung (348 KUHP)
Unsur-unsur:
Unsur obyektif:
1)       Perbuatan:
a)         menggugurkan,
b)        mematikan
2)       Obyek: kandungan seorang perempuan;
3)       Dengan persetujuan perempuan itu
Unsur subyektif: dengan sengaja
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Perbedaan mendasar antara kejahatan dalam pasal 347 KUHP dengan kejahatan dalam pasal 348 KUHP adalah dalam pasal 347, pengguguran dan pembunuhan kandungan dilakukan tanpa persetujuan perempuan yang mengandung sedangkan pasal 348 dilakukan atas persetujuan perempuan yang mengandung.
  1. Pengguguran Atau Pembunuhan Kandungan Oleh Dokter, Bidan Atau Juru Obat (349 KUHP)
Perbuatan dokter, bidan atau juru obat tersebut dapat berupa perbuatan:
(1) Melakukan
(2) Membantu melakukan.
Perbuatan melakukan adalah berupa perbuatan melaksanakan dari kejahatan itu, yang artinya dialah (dokter, bidan atau juru obat) sebagai pelaku baik sebagai petindaknya maupun sebagai pelaku pelaksananya (plegen). Sebagai petindak, apabila ia melaksanakan kejahatan itu sendiri, tanpa ada orang lain yang ikut terlibat dalam kejahatan itu. Sebagai pelaku pelaksananya apabila dalam melaksanakan kejahatan itu dapat terlibat orang lain selain dirinya. Membantu melaksanakan adalah berupa perbuatan yang wujud dan sifatnya sebagai perbuatan yang mempermudah atau melancarkan pelaksanaan kejahatan itu.
B.      Kejahatan Terhadap Nyawa yang Dilakukan Tidak Dengan Sengaja (culpose misdrijven)
Unsur-unsur dari rumusan pasal 359 KUHP adalah:
  1. Adanya unsur kelalaian (culpa)
  2. Adanya wujud perbuatan tertentu,
  3. Adanya akibat kematian orang lain;
  4. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.
Perbandingan Dengan Tindak Pidana Lain
Perbedaan pasal 338 KUHP dengan pasal 359 KUHP adalah dalam pasal 338, kesalahan dalam pembunuhan adalah kesengajaan sedangkan dalam pasal 359 KUHP kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati.

Tindak Pidana Terhadap Kekayaan

PENDAHULUAN

Kejahatan terhadap harta benda adalah penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang. Dalam buku II KUHP telah dirumuskan secara sempurna, artinya dalam rumusannya memuat unsur-unsur secara lengkap, baik unsur-unsur obyektif maupun unsur-unsur subyektif. Unsur obyektif dapat berupa; unsur perbuatan materiil, unsur benda atau barang, unsur keadaan yang menyertai obyek benda, unsur upaya untuk melakukan perbuatan yang dilarang, unsur akibat konstitutif. Unsur subyektif dapat berupa; unsur kesalahan, unsur melawan hukum.

Seperti tindak pidana yang lain, pencurian dan penggelapan selain mempunyai unsur-unsur pokok seperti diatas. Terdapat pula unsur-unsur khusus yang bersifat memberatkan atau meringankan kejahatan itu. Dalam kenyataannya bentuk-bentuk yang meringankan seperti unsur nilai obyek kurang dari Rp 250,00- relatif sangat kecil. Apakah hal ini telah melindungi harta kekayaan kita?

Dalam tindak pidana penggelapan yang diperluas sub pembahasannya, dengan diundangkannya UU No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi sebagai tanggapan atas maraknya praktek penggelapan oleh pejabat publik. Makalah ini mengurai tindak pidana penggelapan dan pencurian dengan pendekatan yang sangat sederhana.


PEMBAHASAN

1. Pengertian Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan
Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah berupa perkosaan atau penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik tertindak), dimuat dalam buku II KUHP, yaitu: tindak pidana pencurian, pemerasan, penggelapan barang, penipuan, merugikan orang berpiutang dan berhak, dan penghancuran atau pengrusakan barang, dan penadahan (begunsting). Berbeda sedikit dengan Wirjono, yang dimaksud dengan kejahatan-kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran mengenai harta kekayaan orang adalah tindak-tindak pidana yang termuat dalam KUHP :

Titel XXII : buku II tentang pencurian
Titel XXIII : buku II tentang pemerasan dan pengancaman
Titel XXIV : buku II tentang penggelapan barang
Titel XXV : buku II tentang penipuan
Titel XXI : buku II tentang merugikan orang berpiutang dan berhak
Titel XXVII : buku II tentang penghancuran dan perusakan barang
Titel XXX : buku II tentang pemudahan (begunstiging)
Titel VII : buku III tentang pelanggaran-pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman.

Persamaan dari ketujuh macam kejahatan dan satu macam pelanggaran adalah bahwa dengan tindak-tindak pidana ini, merugikan kekayaan seseorang atau badan hukum. Oleh karena itu semua tindak pidana ini merupakan pelanggaran hukum dalam bidang hukum perdata, berupa penggantian dari kerugian oleh si pelaku kepada korban.

Kedelapan tindak pidana tersebut dalam bidang hukum pidana dapat dibagi menjadi dua macam perbuatan : Pertama, perbuatan tidak memenuhi suatu perjanjian (wanprestasi), sebagian besar dari penggelapan barang dan merugikan orang berpiutang dan berhak. Kedua, perbuatan melanggar hukum perdata (onrechtmatige daad dari pasal 1365 BW), sebagian besar dari tindak pidana lainnya: pencurian, pemerasan dan pengancaman, penipuan, penghancuran atau perusakan barang, pemudahan, dan pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman.

Unsur-unsur khas dalam tindak pidana terhadap kekayaan orang lain ;

a.Pencurian (diefstal): mengambil barang orang lain untuk memilikinya.
b.Pemerasan (afpersing): memaksa orang lain dengan kekerasan untuk memberikan sesuatu.
c.Pengancaman (afdreiging): memaksa orang lain dengan ancaman untuk memberikan sesuatu.
d.Penipuan (oplichting): membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk memberikan sesuatu.
e.Penggelapan barang (verduistering) : memiliki barang yang sudah ada ditangannya (zich toe-eigenen)
f.Merugikan orang yang berpiutang: sebagai orang berutang berbuat sesuatu terhadap kekayaannya sendiri dengan merugikan si berpiutang (creditor).
g.Penghancuran atau pengrusakan barang: melakukan perbuatan terhadap orang lain secara merugikan tanpa mengambil barang itu.
h.Pemudahan (penadahan): menerima atau memperlakukan barang yang diperoleh orang lain secara tindak pidana.
i.Pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman: adanya tanah yang ditanami dan merusak dengan melaluinya.

Rumusan tentang kejahatan terhadap harta kekayaan diterangkan secara lengkap, baik unsur-unsur obyektif, maupun unsur subyektif sebagai berikut;
Unsur-unsur obyektifnya antara lain;
a.Unsur perbuatan materiil seperti perbuatan mengambil pada pencurian, perbuatan memiliki pada penggelapan, perbuatan menggerakkan (hati) pada penipuan, perbuatan memaksa pada pemerasan dan pengancaman, perbuatn menghancurkan dan merusakkan pada penghancuran dan perusakan benda.
b.Unsur benda atau barang
c.Unsur keadaan yang menyertai terhadap obyek benda, yakni unsur milik orang lain yang menyertai atau melekat pada unsur obyek benda tersebut.
d.Unsur upaya-upaya yang digunakan dalam melakukan perbuatan yang dilarang, seperti kekerasan atau ancaman kekerasan dalam kejahatan pemerasan dan lain-lain.
e.Unsur akibat konstitutif, berupa unsur yang timbul setelah dilakukannya perbuatan yang dilarang (perbuatan materiil).
Sedangkan unsur- unsur subyektif dari kejahatan terhadap harta kekayaan adalah:
a.Unsur kesalahan, yang dirumuskan dengan kata-kata seperti: dengan maksud pada kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan pengancaman, atau dengan sengaja pada kejahatan penggelapan, perusakan dan penghancuran barang, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga pada kejahatan penadahan.
b.Unsur melawan hukum, yang dirumuskan secara tegas dengan perkataan melawan hukum dalam kejahatan-kejahatan pencurian, pemerasan, pengancaman, penggelapan dan perusakan barang.

PENCURIAN

A.Pencurian dalam bentuk pokok
Tindak pidana in diatur oleh pasal 362 KUHP yang memuat pengertian pencurian yang berbunyi : "Barang siapa mengambil sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 900,-"

1.Unsur-unsur obyektif 

a) Hij atau barang siapa
Seperti diketahui, unsur obyektif yang pertama dari tindak pidana pencurian adalah hij yang lazimnya diterjemahkan dengan kata “barang siapa”. Kata “hij” menunjukkan orang, yang apabila memenuhi semua unsur tindak pidana pencurian dalam pasal 362, maka ia dapat dipidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana denda setinggi-tingginya Rp.900,00.

b)Unsur perbuatan mengambil (wegnemen)
Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkan nya ke tempat lain. Simons maupun Pompe, menyamakan bahwa arti mengambil dengan istilah wegnemen dalam KUHP Jerman yang berarti tidak diperlukan pemindahan tempat dimana barang berada, tetapi hanya memegang saja belum cukup, tersangka harus menarik barang itu kepadanya dan menempatkannya dalam kekuasaannya.
Menurut V bemmelen, arti wegnemen dirumuskan sebagai berikut "tiap-tiap perbuatan dimana orang menempatkan barang harta kekayaan orang lain dalam kekuasaannya tanpa turut serta atau tanpa persetujuan orang lain atau tiap-tiap perbuatan dengan mana seseorang memutuskan ikatan dengan mana seorang memutuskan ikatan dengan barang kekayaan itu". Untuk dapat dituntut menurut pasal ini, "pengambilan" itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya, orang yang karena keliru mengambil barang di jalan kemudian diambilnya dengan maksud untuk dimiliki, dapat pula dikatakan mencuri. Tetapi apabila barang itu kemudian diserahkan kepada pihak polisi, tidak dapat dikenakan pasal ini. Namun apabila kemudian setelah orang itu sampai di rumah timbul niatnya untuk memiliki barang tersebut padahal rencana semula akan diserahkan ke pihak polisi, maka orang itu dapat dituntut perkara penggelapan (pasal 372), karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada di tangannya.
Pendapat-pendapat diatas diambil dari teori-teori di bawah ini;
•Teori kontrektasi (contrectatie theorie), teori ini mengatakan bahwa untuk adanya suatu perbuatan “mengambil” disyaratkan dengan sentuhan fisik, yakni pelaku telah memindahkan benda yang bersangkutan dari tempatnya semula.
•Teori ablasi (ablatie theorie), menurut teori ini untuk selesainya perbuatan “mengambil” itu disyaratkan benda yang bersangkutan harus telah diamankan oleh pelaku.
•Teori aprehensi (apprehensie theorie), berdasdarkan teori ini adanya perbuatan “mengambil” itu disyaratkan bahwa pelaku harus membuat benda yang bersangkutan berada dalam penguasaannya yang nyata.

c)Unsur benda
Mengenai obyek pencurian pada awalnya menurut penjelasan pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak dan benda-denda berwujud. Benda tidak bergerak, dapat menjadi obyek pencurian apabila sudah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak, misalnya sebatang pohon yang telah ditebang atau daun pintu rumah yang telah lepas atau dilepas. Apabila bertindak terlebih dahulu menebang pohon atau melepas daun pintu kemudian diambilnya, maka disamping ia telah melakukan pencurian, ia juga telah melakukan kejahatan benda (pasal 406 KUHP), dalam hal in terjadi perbarengan perbuatan (pasal 65 KUHP).

d)Unsur sebagian maupun seluruhnya milik orang lain.
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lian, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri, seperti sebuah sepeda milik A dan B, kemudian A mengambilnya dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semua sepeda tersebut telah berada dalam kekuasaannya, kemudian menjualnya maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan (pasal 372).

e)Wujud perbuatan memiliki barang
Unsur obyektif terakhir dari tindak pidana pencurian adalah adanya “wujud perbuatan memiliki barang“. Perbuatan ini dapat berwujud macam-macam, seperti menjual, menyerahkan, meminjamkan, memakai sendiri, menggadaikan dan bahkan bersifat negatif, yaitu tidak berbuat apa-apa terhadap barang itu, tetapi juga tidak mempersilakan orang lain berbuat sesuatu dengan barang itu tanpa persetujuannya.

2.Unsur-unsur subyektif

a)Maksud untuk memiliki

Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni pertama unsur maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian yang kedua unsur memiliki. Dua unsur tersebut dapat dibedakan dan tidak terpisahkan, maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya. Sebagai suatu unsur subyektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan sebagai barang miliknya.

Pengertian lain dari memiliki, terdapat dalam MvT. Mengenai pembentukan pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa memiliki itu adalah menguasai sesuatu benda seolah-olah ia pemilik dari benda tersebut. Dalam praktek pengertian yang diberikan oleh Mvt inilah yang sering dianut, seperti tampak dalam arrest HR tanggal 14 02 1938 yang menyatakan "adalah disyaratkan untuk maksud bertindak seolah-olah pemilik dari suatu benda secara melawan hukum hak incasu pelaku telah mengambil arus listrik dengan maksud untuk menggerakkan alat-alat yang berada di bengkel ayahnya secara melawan hukum".

b)Melawan hukum

Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui, sudah sadar memiliki benda orang lain (dengan cara demikian) itu adalah tindakan melawan hukum. Melawan hukum baik dicantumkan secara tegas dalam rumusan maupun tidak, apabila suatu perbuatan itu sudah dibentuk sebagai larangan dalam undang-undang, maka tetap ada. Dan bila dicantumkan dalam rumusan seperti halnya pencurian, maka harus dibuktikan di persidangan.


B.Pencurian ringan

Pencurian ringan (gepriviligeerde diefstal) dimuat dalam pasal 364 KUHP yang rumusannya sebagai berikut;

"Perbuatan-perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan 363 butir 4, begitupun perbuatan-perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada kediamannya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp 250,00 diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 900,00"
Sedangkan dalam bukunya Jonkers terdapat sedikit perbedaan, pasal 364 menamakan pencurian ringan bagi pencurian biasa yang dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama. Atau disertai hal-hal tersebut dalam pasal 363 nomor 5. Apabila tidak dilakukan dalam suatu rumah kediaman atau di pekarangan tetap. Dimana rumah kediaman bila barang yang dicuri berharga tidak lebih dari Rp.250,00 dan hukumannya maksimal 3 bulan penjara atau denda 60 rupiah.

Unsur yang harus selalu ada dalam pencurian ringan ialah benda tidak lebih dari Rp 250,00. Dalam WvT pencurian ringan tidak diatur hanya KUHP kita yang mengatur hal ini. Untuk masa kini benda seharga Rp 250,00 pada saat ini relatif sangat kecil. Maka daripada itu kejahatan-kejahatan ringan perlu dihapus dari KUHP.

C.Macam-Macam Pencurian

Pencurian dalam bentuk diperberat (gequalificeerde) adalah bemtuk pencurian yang dirumuskan dalam pasal 363 dan 365 KUHP: Ayat (1) "diancam dengan pidana penjara paling lam tujuh tahun:

a.Pencuri ternak

b.Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal ter6dampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau bahaya perang.

c.Pencurian pada waktu malam dalam suatu tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang ada tempat kediamannya, yang dilakukan oleh orang yang ada di sini tidak diketahui atau dikehendaki oleh yang berhak

d.Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.

e.Pencurian yang untuk masuk ke tempat untuk melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang-barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.
Ayat (2) "jika pencurian yang diterangkan dalam butir tiga disertai dengan salah satu hal tersebut dalam butir 4 dan 5 maka dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun".
Pencurian yang terdapatnya gabungan dari faktor-faktor yang memperberat dengan pidana penjara paling lama 9 tahun;

a.Faktor saat pelaksanaannya, yaitu waktu malam ditambah faktor tempat melakukannya yaitu dalam sebuah tempat kediaman atau pekarangan yang tertutup yang di dalam nya ada tempat kediamannya dan ditambah lagi salah satu dari dua faktor.

b.Faktor pertama sebagaimana tersebut pada ayat 1 sub 4, yaitu dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Faktor kedua terdapatnya faktor-faktor yang disebutkan dalam ayat 1 sub lima, yaitu bila cara masuknya ke tempat pencurian atau tempat sampainya pada obyek benda yang dicurinya dilakukan dengan: membongkar, merusak, memanjat, memaki anak kunci palsu, memakai pakaian jabatan palsu.
Pasal 365 merumuskan;

1)Dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun di hukum pencurian yang didahului, disertai, diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang lain dengan dimaksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pencuri itu, atau si pencuri jika tertangkap basah. Supaya ada kesempatan untuk. Melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap tinggal di tangannya."

2)"Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun;
Ke-1 - Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau di pekarangan tertutup dimana ada rumah kediaman atau jalan umum atau di dalam kereta api, atau trem yang sedang berjalan.
Ke-2 - Jika perbuatan itu dilakukan dua orang atau lebih bersama-sama.
Ke-3 - Jika yang bersalah telah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan memakai anak kunci, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.
Ke-4 - Jika perbuatan itu berakibat luka berat.

3)Dijatuhkan hukuman selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu membuat mati orang.

4)Hukuman mati atau seumur hidup atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun, dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang yang terluka atau mati, dan lagi perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam nomor satu dan nomor dua".

Pencurian Oleh Dua Orang atau Lebih Bersama-Sama

Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerjasama dengan melakukan tindak pidana pencurian, misalnya mereka bersama-sama mengambil barang-barang dengan kehendak bersama. Tidak perlu ada rancangan bersama yang mendahului pencurian, tapi tidak cukup apabila mereka secara bersamaan waktu mengambil barang-barang.
Dengan digunakannya kata geepleegd (dilakukan), bukan kata began(dilakukan), maka pasal ini berlaku apabila ada dua orang atau lebih yang masuk istilah medeplegen (turut melakukan). Pasal 55 ayat 1no 1KUHP dan syarat bekerja sama memenuhi. Jadi pasal 363 ayat 1no 4 KUHP tidak berlaku apa bila hanya seorang pelaku (dader) dan ada seorang pembantu (modeplichtige) dari pasal 55 ayat 1no 2 KUHP.

D.Pencurian Dalam Lingkungan Keluarga

Pencurian dalam kalangan keluarga ini diatur dalam pasal 367 KUHP, yang dirumuskan sebagai berikut;

(1)Jika pelaku atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami atau istri dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pelaku atau pembantunya tidak mungkin diadakan pidana.

(2)Jika kita adalah suami isteri yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, atau dia adalah saudara sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus, maupun dalam garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan, jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.

(3)Jika menurut lembaga matriarchal, kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak kandungnya, maka aturan tersebut ayat diatas berlaku juga pada orang itu. Menurut pasal 367 diatas dapat disimpulkan beberapa bentuk pencurian dalam keluarga;

a)Bentuk pertama sebagaimana yang diatur dalam ayat 1. apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut;
•Semua unsur pencurian bentuk pokok (pasal 362)
•Adanya unsur khusus yakni;
-Adanya hubungan antara pelaku atau pembantunya dengan korban sebagai suami atau istri yang tidak terpisah meja dan tempat tidur atau tidak terpisah harta kekayaannya.
-Unsur benda obyeknya adalah milik suami atau milik isteri tersebut.

b)Bentuk yang kedua sebagaimana yang diatur dalam ayat 2 pasal 367;
Unsur-unsur baik obyektif maupun subyektif pencurian dalam bentuk pokok (pasal 362) ditambah lagi unsur-unsur khusus yang bersifat alternatif yaitu;
a.Unsur pelaku atau menjadi pelaku pembantunya adalah suami atau istri yang terpisah tempat dan tidur atau terpisah harta kekayaannya.
b.Unsur pelaku atau menjadi pelaku pembantunya adalah keluarga sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua.
Di bawah ini adalah istilah-istilah yang tercantum dalam pasal-pasal diatas;
a.Ternak; hewan-hewan yang berkuku satu, pemamah biak dan babi (pasal 101).
b.Malam; waktu diantara waktu terbenam dan matahari terbit (pasal 98).
c.Memanjat; termasuk juga memasuki dari lubang yang bukan diperuntukkan untuk pintu, sengaja lewat lubang bawah tanah yang digali, ataupun lewat parit atau selokan.
d.Kunci palsu; anak kunci lain, alat yang tidak dimaksudkan untuk membuka kunci seperti kawat, obeng, jarum dan lain-lain.
e.Pekarangan yang tertutup; pekarangan yang telah dilengkapi sarana keamanan.
f.Rumah; bukan hanya tempat tinggal, tempat kediaman seperti halnya kapal, bis, gerbong dan lain-lain.
g.Bersekutu; orang-orang yang terlibat atau bertanggung jawab atas pencurian.
h.Perintah palsu; perintah yang isinya tidak benar.
i.Pakaian palsu; pakaian jabatan atau seragam yang digunakan atau dipakai oleh seseorang yang sebenarnya tidak berhak.

Penggelapan

Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang penggelapan (veruistring), terdiri penggelapan 6 pasal (372 s/d 377). Dan beberapa pasal lain yang juga mengenai penggelapan yaitu pasal 415 dan pasal 417, tindak pidana jabatan yang kini ditarik ke dalam tindak pidana korupsi oleh Undang-undang no. 31 Th. 1999 dan Undang-undang no. 20 Th. 2001.
A.Penggelapan Dalam Bentuk Pokok
Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372 yang dirumuskan sebagai berikut;
"Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lainnya yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan penjara pidana paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900,00."

B.Penggelapan Dalam Kalangan Keluarga

Dalam kejahatan harta benda, pencurian, pengancaman, penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalam kalangan keluarga maka dapat menjadi;

a.Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap pelakunya maupun pelaku pembantunya (pasal 367 ayat 121

b.Tindak pidana aduan. Tanpa ada pengaduan, baik terhadap pelaku utama maupun pelaku pembantunya tidak dilakukan penuntutan (pasal 367 ayat 2).
Dalam Wetboek van Strafrecht, dikemukakan dua alasan bagi ditetapkannya kejahatan aduan yang relatif ini, yakni:

Alasan susila, yaitu mencegah terjadinya hal pemerintah menempatkan orang-orang yang mempunyai hubungan yang sangat dalam (intim) antara yang satu dengan yang lain, berhadapan muka di depan hakim pidana.
Alasan materiil (stoffelijk), yaitu de facto (feitelijk) ada semacam condominium antara suami dan istri.
Perlu diketahui bahwa pada kejahatan penggelapan, baik dalam bentuk pokok maupun dalam bentuk yang diperberat, dalam hal penjatuhan pidana oleh hakim, kepada pelakunya dapat pula dijatuhi pidana tambahan berupa:
a.Pidana pengumuman putusan hakim
b.Pidana pencabutan hak-hak tertentu sebagaimana disebut dalam pasal 35 no. 1-4 KUHP.
c.Jika dilakukan dalam menjalankan mata pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pekerjaannya itu.

C.Penggelapan Berupa Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
"Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 dan paling banyak Rp 750.000.000,00 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut."

Unsur-unsur obyektif;
a.Pegawai negeri meliputi;
i.Pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam KUHP.
ii.Pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam UU tentang kepegawaian.
iii.Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
iv.Orang yang menerima gaji atau upah dari satu korporasi yang menerima bantuan keuangan negara atau daerah.
b.Perbuatan yang dilarang berupa; menggelapkan, perbuatan membiarkan diambil dan perbuatan membiarkan digelapkan, perbuatan membantu orang lain dalam melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.
c.Unsur obyek; uang dan surat berharga.
d.Benda yang disimpan karena jabatannya.
Unsur subyektif; kesengajaan (opzettelijk)
Kesengajaan adalah salah satu bentuk dari kesalahan yang dalam doktrin dpt berwujud dalam tiga bentuk yaitu; kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk), kesengajaan sebagai kemungkinan (opzet bij mogelijheids bewustzijn) yang sering disebut disebut dengan dolus eventualis, dan kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheids bewustzijn).

KESIMPULAN

Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah kejahatan-kejahatan dan pelanggaran mengenai harta kekayaan orang adalah tindak-tindak pidana yang termuat dalam buku II KUHP seperti; pencurian dan pemerasan, pengancaman, penipuan, penggelapan barang, merugikan orang berpiutang dan berhak, penghancuran dan perusakan barang pemudahan, pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman.



DAFTAR PUSTAKA

o Chazawi, Adami, 2006. Kejahatan terhadap Harta Benda, Malang; Bayu Media
o Prodjodikoro,Wirjono, 2003, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Bandung; Refika Aditama
o Soesilo,1996 KUHP, Bogor: Politea
o Lamintang,1989, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan ,Bandung; Sinar Baru
o Soeharto, 1993, Hukum Pidana Materiil, Jakarta: Sinar Grafika
o Sugandi,1981, KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional
o Kartanegara, Satochid, Tanpa tahun, Hukum Pidana II Delik-Delik Tertentu,? ; Balai Lektur Mahasiswa
o Moeljatno, 1983, Asas Asas Hukum Pidana, Jakarta; Bina Aksara
o A. Soemardipraja, 1977,Himpunan Putusan Mahkamah Agung Disertai Kaidah-Kaidahnya Bandung; Remaja Karya
o J.E. Jonkers.1987, Buku Pedoman Hukum Pidana Hindia Belanda, Jakarta; Bina Aksara
o Lamintang dan Siromangkir, C. 1979. Delik Delik Khusus Kejahatan Yang Ditujukan Terhadap Hak Milik Dan Lain Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik, Bandung: Tarsito.
o Tresna,1959. Azas-Azas Hukum Pidana, Yogyakarta; UNPAD
o Utrecht, E. 1987. Ringkasan Sari Kuliah Hukum Pidana II, Surabaya: Pustaka Tinta Mas.

Tindak Pidana Terhadap Tubuh

BAB I
PENDAHULUAN

Penentuan sebab akibat dalam hukum pidana merupakan hal yang sulit dilakukan karena pada dasarnya KUHP tidak mencantumkan petunjuk tentang cara untuk menentukan sebab suatu akibat yang menciptakan suatu delik. KUHP hanya menentukan dalam pasalnya, bahwa untuk delik-delik tertentu diperlukan adanya suatu akibat tertentu untuk menjatuhkan pidana terhadap pembuat, misalnya seperti pasal 338 KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa. Bahwa pembunuhan hanya dapat menyebabkan pembuatnya dipidana bilamana seseorang meninggal dunia.
Dari hal-hal tersebut dapat diketahui bahwa terjadinya delik atau actus reus hanya ada pada delik yang mensyaratkan adanya akibat tertentu, yaitu:
- Delik Materiel, misalnya Pembunuhan (Pasal 338 KUHP), Penipuan (Pasal 378 KUHP).
- Delik culpa, misalnya karena kelalaian mengakibatkan kematian orang lain (Pasal 359 KUHP), karena lalai menyebabkan luka pada orang lain (Pasal 360 KUHP)
Adapun dalam penganiayaan unsur akibatnya berupa syarat yang memperberat pidana dengan adanya akibat tertentu pada suatu delik atau delik-delik yang dikualifikasikan karena akibatnya, misalnya penganiayaan yag berunsurkan luka berat (Pasal 351) dan matinya orang lain (Pasal 351 pasal 3). Tentang keadaan luka berat dan matinya oranglain inilah yang dapat disebut sebagai keadaan yang secara obyektif memperberat pidana. Artinya dalam keadaan biasa, pelaku sengaja menganiaya orang lain maka sanksi pidananya hanya maksimal dua tahun delapan bulan penjara atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus (Pasal 351 ayat 1 KUHP). Tetapi apabila dalam keadaan yang secara obyektif, maka sanksi pidananya menjadi lebih berat yakni yang mengakibatkan luka-luka berat menjadi paling lama lima tahun penjara (Pasal 351 ayat 2 KUHP) dan yang mengakibatkan matinya orang lain menjadi paling lama tujuh tahun penjara (Pasal 351 ayat 3 KUHP). Sedangkan apabila perbuatan itu dilakukan dengan suatu kesengajaan untuk membuat luka orang lain, maka sanksi pidananya jatuh lebih berat yakni paling lama delapan tahun penjara (Pasal 354 KUHP), apabila kesengajaan itu dilakukan untuk atau demi kematian orang lain. Namun itu semua tidak lepas dari upaya demi tercapainya efektivitas penjatuhan pidana denda sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa tujuan pemidanaan adalah:
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna;
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana .


BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN

Kejahatan terhadap tubuh dalam KUHP hal ini disebut dengan “penganiayaan” tetapi KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. Ilmu pengetahuan (doktrine) mengartikan penganiayaan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain.
Pasal 351 mengatakan bahwa penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah. Jelaslah bahwa kata penganiayaan tidak menunjuk pada perbuatan tertentu, misalnya kata mengambil dalam pencurian. Maka dapat dikatakan bahwa kini pun tampak pada perumusan secara material. Akan tetapi, tampak secara jelas apa wujud akibat yang harus disebabkan.
Menurut penjelasan Menteri Kehakiman pada waktu pembentukan pasal 351 KUHP dirumuskan antara lain:
a. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain, atau
b. Setiap perbuatan yang dilakukan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan orang lain.
Dengan demikian, unsur kesengajaan ini kini terbatas pada wujud tujuan (oogmerk), tidak seperti unsur kesengajaan dari pembunuhan.
Atas dasar unsur kesalahannya, kejahatan terhadap tubuh ada 2 macam, yaitu:
1. Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja. Kejahatan yang dimaksudkan ini diberi kualifikasi sebagai penganiayaan (mishandeling), dimuat dalam Bab XX buku II, Pasal 351 s/d 358.
2.Kejahatan terhadap tubuh karena kelalaian, dimuat dalam pasal 360 BAB XXI yang dikenal dengan kualifikasi karena lalai menyebabkan orang lain luka.
Kejahatan terhadap tubuh dan terhadap nyawa mempunyai hubungan dekat, yakni adanya keserupaan perbuatan yang sifat dan wujudnya pada umumnya berupa kekerasan fisik. Perbedaan diantaranya adalah akibat yang ditimbulkan oleh perkosaan atas nyawa adalah semata-mata bergantung pada akibat yang timbul setelah terwujudnya perbuatan.
Adapun kejahatan yang wujud akibat perbuatannya berupa luka pada hati (sakit hati,sedih dan merana) tidak termasuk dalam kejahatan terhadap tubuh meski hati termasuk bagian dari tubuh, karena wujud perbuatan dari kejahatan terhadap tubuh menggandung sifat kekerasan pada fisik dan harus menimbulkan rasa sakit tubuh atau luka tubuh. Adapun luka disini diartikan dengan terjadinya perubahan dari tubuh, atau menjadi lain dari rupa semula sebelum perbuatan itu dilakukan, misalnya lecet pada kulit, putusnya jari tangan, bengkak pada pipi dan lain sebgainya. Maka kejahatan yang wujud akibat perbuatannya berupa luka pada hati tidak termasuk dalam kejahatan terhadap tubuh melainkan masuk dalam hal kejahatan terhadap kehormatan (Pasal 310 - 321).
B. Bentuk Kejahatan Terhadap Tubuh Dengan Sengaja
Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja (penganiayaan) dapat di bedakan menjadi 6 macam yakni:
a) Penganiayaan biasa (Gewone Mishandeling) pasal 351
Disebut dengan penganiayaan bentuk pokok atau bentuk standar terhadap ketentuan pasal 351. Suatu rumusan kejahatan yang hanya dikualifikasikan sebagai penganiayaan (mushandeling) saja serta menyebutkan ancaman pidananya tanpa menyebut unsur tingkah laku dan unsur-unsur lainnya seperti kesalahan, melawan hukum atau unsur mengenai obyeknya, mengenai cara melakukannya dan sebagainya. Maka dari itu saja tidak dapat dirinci unsur-unsurnya dan tidak diketahui dengan jelas tentang pengertiannya.
Pada mulanya rancangan dari pasal tersebut diajukan oleh menteri kehakiman Belanda ke parlemen, namun pihak parlemen berkeberatan atas rancangan tersebut karena kabur dan tidak terangnya pengertian (rasa sakit/tubuh) rancangan itu sehingga hanya dirumuskan sebagai penganiayaan (mishandeling) saja.
Menurut bunyi rumusan pasal 351, penganiayaan biasa dapat dibedakan menjadi:
a. Penganiayaan biasa yang tidak menimbulkan luka berat maupun kematian (ayat 1)
b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (ayat 2)
c. Penganiayaan yang mengakibatkan kematian (ayat 3)
d. Penganiayaan yang berupa sengaja merusak kesehatan (ayat 4)

Kejahatan yang diberi kualifikasi sebagai penganiayaan ringan (licbte mishandeling) oleh UU ialah penganiayaan yang dimuat dalam pasal 352, yang rumusannya sebagai berikut:
- Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, dipidana sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500,-.
- Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahanya.
Batasan penganiayaan ringan adalah penganiayaan ringan adalah penganiayaan yang:
a. Bukan berupa penganiayaan berencana (353);
b. Bukan penganiayaan yang dilakukan terhadap orang-orang yang memiliki kualitas tertentu pada pasal (356).
Sehingga dapat dikatakan bahwa penganiayaan ringan berbeda dari penganiayaan berencana dan penganiayaan terhadap orang tertentu yang telah diatur dalam pasal 356 begitu juga penganiayaan berat dikarenakan penganiayaan ringan tidak mungkin terjadi pada penganiayaan berat bila dilihat dari sisi akibat yang ditimbulkan oleh kedua penganiayaan tersebut. Tetapi penganiayaan ringan dapat terjadi pada penganiayaan biasa yang tercantum pada pasal 352 ayat 1 dilihat dari bentuk pasal tersebut yang terbagi menjadi:
a) Penganiayaan yang bisa menimbulkan luka.
Dengan maksud luka yang ditimbulkan pada bentuk ini adalah luka yang harus berupa luka ringan (bukan luka berat) yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian. Maka masuk dalam pengertian penganiayaan ringan (352)
b) Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka.
Dengan maksud Penganiayaan yang hanya menimbulkan rasa sakit saja , misalnya menendang pantat seseorang. Karena syarat untuk tidak menimbulkan adalah tidak mendatangkan penyakit fisik dan mengakibatkan terganggunya fungsi dalam organ tubuh manusia. Mendatangkan penyakit (sakit) diartikan sebagai timbulnya gangguan pada fungsi dalam organ tubuh manusia.
c) Penganiayaan Berencana
Disebut penganiayaan berencana dikarenakan adanya unsur perencanaan terlebih dahulu (meer vorbedatche rade) sebelum perbuatan dilakukan,sehingga masuk dalam kategori kesalahan. Penganiayaan tersebut masuk dalam koridor kesalahan karena adanya unsur kesengajaan untuk mencapai suatu tujuan untuk mencapai sesuatu (opzet als oogmerk) yang tentunya tiada yang menyangkal bahwa pelaku pantas dipidana dengan kesengajaan semacam ini, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman pidana (constitutief gevolg). Karena sebagian besar penulis hukum pidana mengatakan bahwasanya “sengaja ”itu sebagai perbuatan yang berwarna, artinya pembuat undang-undang tidak perlu mengetahui bahwa perbuatan pelanggar itu dilarang oleh undang-undang atau tidak. Jonkers mengatakan bahwasanya “sudah memadai jika pembuat undang-undang dengan sengaja melakukan perbuatan pengabaian (NALATEN) mengenai apa yang oleh undang-undang ditentukan sebagai perbuatan yang dapat dipidana”.Tidak perlu dibuktikan bahwa pelanggar mengetahui perbuatannya dipidana atau pengabaiannya, juga tidak perlu diketahui bahwa perbuatan tersebut dilarang atau tidak bermoral dengan dasar memperhatikan aturan dasar hukum “Tidak ada pidana tanpa kesalahan”(geen straf zonder schuld/kheine ohne schuld)
Penganiayaan berencana telah dirumuskan dalam pasal 353 antara lain:
1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun;
2. Jika perbuatan itu menimbulkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 7tahun;
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian , yang bersalah dipidana dengan penjara paling lama 9 tahun.
Penganiayaan berencana dibagi menjadi 3 macam yakni:
a. Penganiayaan berencana yang tidak mengakibatkan luka berat atau kematian;
b. Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat;
c. Penganiayaan yang berakibat kematian.
Mengenai hal teersebut Mahkamah Agung mengutarakan pendapat berdasarkan putusan No.717 K/Pid/1984 tgl 20 September 1985 yaitu:
“Tidak diperlukan suatu jangka waktu yang lama, antara saat perencanaan itu timbul dengan saat perbuatan dilakukan. Hal ini dapat disimpulkan dari sifat dan cara perbuatan itu dilakukan serta alat-alat yang digunakan untuk melaksanakan perbuatan itu”
d) Penganiayaan Berat
Sebagaimana telah dirumuskan dalam pasal 354:
(a) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dipidana karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama 8 tahun;
(b) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun.
Adapun unsur-unsur penganiayaan berat :
1. Obyektif :
- Obyeknya : Tubuh orang lain;
- Akibat : Luka.
- Perbuatan : Melukai berat;
2. Subyektif
- Kesalahannya : Kesengajaan (opzettelijk)
Istilah luka berat terdapat dalam KUHP Pasal 90 Yaitu:
1. Penyakit atau luka yang tidak dapat diharapkan sembuh dengan sempurna atau yang menimbulkan bahaya-maut (levens gevar);
2. Menjadi senantiasa tidak cakap mengerjakan pekerjaan jabatan atau pencaharian;
3. Kehilangan kemampuan memakai salah satu alat panca indera;
4. Kelumpuhan;
5. Gangguan daya berfikir;
6. Pengguguran kehamilan atau kematian anak .
e) Penganiayaan Berat Berencana
Penganiayan berat berencana dimuat dalam pasal 355, yang rumusannya adalah sebagai berikut:
- Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu , dipidana penjara paling lama 12 tahun;
- Jika perbuatan itu menimbulkan kematian, yang bersalah dipidana paling lama 15 tahun.
- Penganiayaan ini merupakan gabungan dari penaganiayaan berat (354 ayat 1) dengan penganiayaan berencana (353 ayat 1) dengan kata lain penganiayaan berat terjadi dalam penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara serentak atau bersama.

Penganiayaan sebagaimana yang dimuat dalam dalam pasal 356 merupakan penganiayaan terhadap orang-orang berkualitas tertentu atau dengan cara tertentu yang memberatkan. Sifat yang memberatkan pada penganiayaan biasa (351), Penganiayaan berat (354), Penganiayaan berencana (353), dan Penganiayaan Berat Berencana (355) terletak pada 2 hal yaitu:
1. Pada kualitas pribadi korban sebagai:
- Ibunya;
- Bapaknya yang sah;
- Istrinya;
- Anaknya.
2. Pegawai Negeri yang ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah.
3. Pada cara melakukan penganiayaan, yakni dengan memberikan bahan untuk dimakan atau diminum yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan.
Bilamana penganiayaan dilakukan terhadap presiden atau wakilnya termasuk dalam kejahatan yang dilakukan terhadap keamanan negara yang termaktub dalam pasal 104 yaitu:
“Makar dengan maksud membeunuuh presiden atau wakil presiden, atau dengan maksud merampas kemerdekaan mereka atau menjadikan mereka tidak mampu memerintah, diancam dengan pidana mati atau penjaara seumur hidup atau pidana selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
f) Turut Serta Dalam Penyerangan dan Perkelahian
Kejahatan yang dimaksud ini adalah kejahatan yang dimuat dalam pasal 358 yang memiliki memiliki unsur:
A. Unsur-unsur obyektif
a. Perbuatan : turut serta;
b. - dalam penyerangan
- dalam perkelahian;
c. Terlibatnya beberapa orang;
d. Menimbulkan akibat: - ada yang luka berat
- ada yang mati
B. Unsur Subyektif: dengan sengaja
• Orang yang dipersalahkan menurut pasal 358 adalah bagi mereka yang dengan sengaja turut serta dalam penyerangan dan perkelahian itu, dan bukan bagi orang yang menyerang atau yang berkelahi, jika penyerangan atau perkelahian itu menimbulkan adanya orang luka berat dan adanya orang mati.
• Persamaan penyerangan dan perkelahian yakni dimana terlibat beberapa orang.
• Perbedaannya ialah, bahwa pada penyerangan, pihak orang yang melakukan penyerangan adalah aktif, sedangkan pihak lainnya yakni yang diserang, yang mempertahankan diri adalah pasif. Inisiatif untuk terjadinya penyerangan ada pada orang yang menyerang. Pihak yang diserang adalah pihak yang perbuatannya berupa perbuatan mempertahankan diri dari serangan. Perbuatan seperti itu tidak dapat disebut sebagai penyerangan maupun perkelahian. Sedangkan perkelahian, kedua belah pihak sama-sama aktif, dan inisiatif dapat timbul dari kedua belah pihak.
Perbuatan turut serta (deelenemen) dalam pasal 358 berbeda dengan turut serta atau pelaku turut serta (medeplegen) dalam pasal 55 (1) sub 1 KUHP, Aadapun perbedaanya adalah:
Pasal 55 Pasal 358
Turut Serta Bagi segala tindak pidana Hanya dalam penyerangan dan perkelahian
Sikap Batin Sama dengan petindak pidana Tidak perlu sama dengan sikap penyerang atau yang berkelahi
Tanggung Jawab Sama dengan petindak pidana Tidak perlu sama dengan petindak pidana


C. Tanggung Jawab Pidana Kejahatan Terhadap Tubuh Yang Dilakukan Dengan Sengaja

NO PENGANIAYAAN PASAL AKIBAT SANKSI
1. Penganiayaan Biasa 351 Tidak luka berat dan mati 2 tahun 8 bulan
Luka berat 5 tahun
Mati 7 tahun
2. Penganiayaan Ringan 352 Tidak menjadi sakit 3 bulan
3. Penganiayaaan Berencana 353 Tidak luka berat atau mati 4 tahun
Luka berat 7 tahun
Mati 9 tahun
4. Penganiayaan Berat 354 Luka berat 8 tahun
Mati 10 tahun
5. Penganiayaan Berat dan Berencana 355 Luka berat 12 tahun
Mati 15 tahun
6. Turut Perkara 358 Luka berat 2 tahun 8 bulan

Khusus bagi tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian, tidak dapat dihindarkan untuk tidak mendakwakan Pasal 338 KUHP bahkan Pasal 340 KUHP karena permasalahan adalah pada unsur “dolus” atau “bentuk sengaja”
D. Bentuk Kejahatan Terhadap Tubuh Dengan Tidak Sengaja
Hanya ada satu ketentuan mengenai kejahatan terhadap tubuh dengan tidak sengaja, dimuat dalam Pasal 360. Adapun unsur-unsur di dalamnya adalah:
a. Obyektif
- Perbuatan menyebabkan orang lain mendapat luka;
- Luka yang menimbulkan penyakit
- Menimbulkan akibat orang luka-luka berat;
- Halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu.
b. Unsur Subyektif: Kelalaian
Unsur kesalahan dari kejahatan ini adalah unsur culpa atau kelalaian.kealpaan dapat dipandang dari dua sudut yang dapat disebut sebagai syarat adanya kelalaian yakni subyektif dan obyektif. Mengenai sudut subyektif Kelalaian sama dengan kesengajaan, dilihat dari sikap batin pelaku yang terletak dalam 2 hal, yakni:
- Terletak pada ketiadaan pikir sama sekali bahwa dari perbuatan yang ia lakukan dapat menimbulkan akibat terlarang.
- Terletak pada sikap batin yang sudah memikirkan pada akibat.
Bila dilihat dari sudut pandang obyektif maka perbuatan tersebut ditetapkan berdasarkan ukuran apakah perbuatan tersebut baik atau buruk dan wajar atau tidak. Dalam praktik hukum syarat subyektif inilah yang seringkali digunakan dalam menentukan ada dan tidaknya kealpaan. Bilamana syarat obyektif telah terpenuhi maka syarat subyektifpun akan ikut terpenuhi.

E. Tanggung Jawab Pidana Terhadap Kejahatan Yang Menyebabkan Mati Atau Lukanya Orang Karena Tidak Sengaja
Hal ini diatur oleh tiga Pasal KUHP yaitu:
1. Pasal 359 KUHP jika mengakibatkan matinya orang;
2. Pasal 360 KUHP yang terdiri dari dua ayat yakni:
- Ayat 1 jika mengakibatkan luka parah;
- Ayat dua jika mengakibatkan luka.
3. Sedangkan Pasal 361 mengatur akan pemberat hukuman sepertiganya bila dilakukan dalam jabatan atau pekerjaan.
NO AKIBAT SANKSI PASAL
1. Mengakibatkan mati 5 tahun atau 1 tahun penjara 359
2. Luka Berat 5 tahun atau 1 tahun penjara 360 (1)
3. Timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan 9 bulan atau denda Rp.300,00 360 (2)
4. Dilakukan dalam menjalankan jabatan atau pencaharian Pidana ditambah dengan sepertiga dan dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian 361


BAB III
KESIMPULAN

Kejahatan terhadap tubuh dan terhadap nyawa mempunyai hubungan dekat, yakni adanya keserupaan perbuatan yang sifat dan wujudnya pada umumnya berupa kekerasan fisik. Perbedaan diantaranya adalah akibat yang ditimbulkan oleh perkosaan atas adalah semata-mata bergantung pada akibat yang timbul setelah terwujudnya perbuatan.
Adapun dalam penganiayaan unsur akibatnya berupa syarat yang memperberat pidana dengan adanya akibat tertentu pada suatu delik atau delik-delik yang dikualifikasikan karena akibatnya, misalnya penganiayaan yag berunsurkan luka berat


DAFTAR PUSTAKA

- Bemmelen, Van, Ons Strafrecht,Deel 1, Het, Materiele Strafrecht Algemen Deel, (Gronigen: H.D.Tjeenk, Willink)
- Satochid Kartanegara, Hukum Pidana II Delik-Delik Tertentu, (Balai Lektur Mahasiswa: Tanpa tahun)
- Jonkers, J.E., Handbock van het Ned. Indische Strafrech,tt (Leiden: E.J. Brill, 1946).
- Moeljatno, KUHP, (Jakarta Bumi Aksara, 2003)
- Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000)
- Prodjodikoro, Wirjono, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Jakarta: Refika Aditama, 2003)
- Suparni, Niniek, Eksisitensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996)
- Hamzah, Andi , Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994)
- Tirtaamidjaja,Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Fasco, 1995)
- Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)