Sunday, November 6, 2011

Ilmu Hukum Pidana Dan Kriminologi Pasangan Yang Masing-Masing Bergerak Kearah Berlawanan

Pertanyaan yang banyak dikemukakan oleh orang adalah apakah kriminologi itu bagian dari ilmu hukum pidana. Pertanyaan ini muncul disebabkan oleh objek permasalahan yang menjadi perhatian dari hukum pidana juga menjadi perhatian dari kriminologi.

Roeslan Saleh mengemukakan bahwa pada masa lampau, perbedaan antara Hukum Pidana dengan Kriminologi sangat besar. Kriminologi bukan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan hukum pidana. Hukum pidana adalah ilmu pengetahaun dogmatis yang berkerja secara deduktif. Sedangkan kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang berorientasi kepada ilmu pengetahuan alam kodrat yang menggunakan metoda empiris-induktif.

Sesuai perkembangannya, perbedaan ini menjadi tidak begitu tajam, terutama setelah Perand Dunia II, di mana kriminologi berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang lebih banyak membahas tentang tingkah laku manusia. Dikatakan bahwa kriminologi telah berubah dari ilmu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan gamma. Begitu pula dengan ilmu pengetahuan hukum pidana, yang mulai banyak memberikan tekanan kepada arti fungsional dan arti sosial dari kelakukan seseorang, dan kasuistik memainkan peranan yang besar, di mana sampai batas-batas tertentu, hukum pidana juga menggunakan induksi dan empiri.

Namun demikian, perbedaan antara kedua disiplin ilmu tetap ada. Hukum Pidana masih dipandang sebagai ilmu pengetahuan normatif yang penyelidikan-penyelidikannya adalah sekitar aturan-aturan hukum dan penerapan dari aturan-aturan hukum itu dalam rangka pendambaan diri terhadap cita-cita keadilan. Hukum pidana adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji norma-norma atau aturan-aturan yang seharusnya, lalu dirumuskan dan ditetapkan, dan kemudian diberlakukan. Hukum pidana bersifat umum dan universal, dan disebut sebagai post factum ‘setelah kejaidan’. Suatu ketetapan dapat dirumuskan jikalau apabila permasalahan kejahatan telah terjadi di dalam masyarakat, kemudian diberlakukan suatu aturan atau norma yang memberikan batas-batas.

Sementara itu, kriminologi, yang meskipun dalam beberapa hal berpangkal tolak dari konsepsi hukum pidana, lebih banyak menelusuri dan menyelidiki tentang kondisi-kondisi individual dan kondisi-kondisi sosial dari konflik-konflik, dan akibat-akibat serta pengaruh-pengaruh dari represi konflik-konflik dan membandingkannya secara kritis efek-efek dari represi yang bersifat kemasyarakatan disamping juga tindakan-tindakan itu. Berbeda dengan hukum pidana yang bersifat normative, kriminologi lebih mengkaji tentang kenyataan yang senyata-nyatanya, menafsirkan konteks, yang didapati dari hasil penelitian. Kriminologi bersifat lebih khusus dan terbatas. Oleh karena itu kriminologi disebut sebagai pre factum ‘sebelum kejadian’, di mana kriminologi lebih mengkaji sebab musabab dari suatu permasalahan kejahatan.

Meski berbeda, para ahli hukum pidana tetap memerlukan kriminologi sebagai ilmu pengetahuan pembantu. Dengan menyadari sifat tersendiri dari masing-masing ilmu pengetahuan ini, ilmu pengetahuan hukum pidana dan kriminologi harus bekerja secara berpasangan, tetapi dengan arahnya yang berlawanan. Di antara kedua disiplin ilmu pengetahuan ini, terdapat pikiran integrasi yang saling memerlukan antara satu sama lain. Meskipun berbeda, ilmu pengetahuan hukum pidana dan kriminologi tidak dapat dipeisahkan. Dan justru diperbatasannya ini timbul persoalan-persoalan.

Objek dari ilmu pengetahuan hukum pidana adalah hukum yang berlaku, norma-norma dan sanksi-sanki hukum pidana yang berlaku. Hal ini harus dijelaskan, dianalisa dan disistematsi oleh hukum pidana untuk mendapatkan penerapan yang lebih baik lagi. Ilmu pengetahuan hukum pidana harus meneliti tentang asas-asas yang menjadi dasar dari ketentuan undang-undang. Selain bersifat sistematis, tugas ilmu pengetahuan hukum pidana juga bersifat kritis. Ilmu pengetahuan ini harus mengkaji kepatutan dari asas-asas itu sendiri dan seberapa jauhkah norma-norma dari hukum yang berlaku itu harus berada dalam keadaan yang harmonis dengan asas-asas ini.

Hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari “hukum”. Hukum itu selalu tumbuh, hampir setiap hari sehingga hampir tidak ada hal dalam kehidupan ini yang tidak dicampuri hukum. Pertanyaan mengenai dari mana datang dan tumbuhnya hukum, dijawab secara klasik, yang jawabannya adalah hukum bersumber dari undang-undang, kebiasaan, peradilan dan ajaran-ajaran hukum. Akan tetapi diantara sumber-sumber hukum ada kepatutan-kepatutuan, tetapi hampir tidak ada yang mengkaji tentang kepatutan-kepatutan itu, padahal dia justru sangat menentukan. Dalam hal ini, kriminologi memainkan perannya. Kriminologi membuka jalan terang kea rah sumber kepatutan-ketapatutan ini. Jadi, kriminologi membantu ilmu pengetahuan hukum pidana. Kriminologi menunjukkan kepada pembentuk undang-undang dan hakim menengai tanggung jawab mereka yang sangat besar dalam bidang kemanusiaan. Melupakan “kepatutan” atau tidak tahu tentang “kepatutan” akan menyinggung pula hal-hal termasuk bidang kemanusian yang menjadi kurang diperhatikan.

Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mendapatkan tempat di kriminologi. Dalam suatu rantaian penelitian kriminologis yang bersifat interdisipliner, ilmu hukum mempunyai fungsi. Ilmu hukum menunjukkan kepada kriminologi seberapa jauh materi tertentu telah diperhatikan oleh hukum, misalnya perundang-undangan tentang kejahatan remaja. Hukum menunjukkan kepada kriminologi sorotan dan pandangan ilmiah sekitar hukum tentan hal tersebut. melalui sejarah hukum, seorang ahli kriminologi mengetahui bagaimana perundangan-udangan terdahulu mengenai hal tersebut, atau melalui perbandingan hukum: mengatur tentang hal yang sama.

Jadi, kriminologi dan ilmu hukum pidana saling mempengaruhi. Kriminologi menerima hukum itu seperti yang dimaksudkan oleh ilmu hukum pidana, sebaliknya kriminologi dan praktek hukum memperkaya ilmu hukum pidana dan mengadakan evaluasi atas hukum pidana itu.

Dengan menyimak kemungkinan-kemungkinan pertumbuhan hukum pidana dan kriminologi yang akan terjadi di masa depan, kita perlu mengadakan sintesa antara latar belakang dari terjadinya aliran-aliran berpikir secara ilmiah dengan kemungkinan-kemungkinan dapat bertumbuh dan berkembangnya ilmu-ilmu hukum pidana dan kriminolgi itu secara terintegrasi.

Perbedaan metoda dan etos pandangan kemanusiaan antara kedua disiplin ilmu itu, pada saat sekarang ini, tidak boleh mengakibatkan suatu keadaan bertentangan. Perbedaan metoda, yaitu normatif deduktif dan empiris induktif, yang dikatakan membuat kriminologi itu tidak berhukum, artinya memusatkan diri pada kejadian-kejadian dan melupakan norma-norma, mengutamakan individu daripada sistem sosial, pada masa sekarang harus segera diralat. Begitu juga sebaliknya, hukum pidana harus lebih banyak melihat justiabel sebagai manusia agar dapat melaksanakan tugasnya seperti diharapkan oleh perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan dewasa ini.

Pelaksanaan tugas dari ilmu pengetahuan hukum pidana yang demikan mengakibatkan orang-orang pada dewasa ini telah banyak berkecimpung dalam hukum pidana, baik dalam teori maupun praktek, yang melihat persoalan-persoalan hukum pidana tidak lagi sebagai persoalan yang abstrak. Orang semakin banyak menaruh perhatian kepada “manuisa”, dan semakin mendalam. Hal ini mendapat perhatian dari kriminologi, dan berpengaruh terhadap hukum pidana.

Hakekat dan keadian dan hakekat dari hukuman itu dapat disentuh dan dialami oleh ahli hukum dan bukannya bersifat abstrak. Dia itu adalah kenyataan yang sebenarnya sangat dalam letaknya dan merupakan dasari dari kehidupan masyarakat. Denga keterbukaan mengakui kenytaan-kenyataan ini, seorang hakim pidana akan benar-benar mengadili dalam arti memberiak keadilan. Bukan hanya ilmu pengetahuan hukum pidana yang membimbing, tetapi juga kriminologi. Degan demikian jelaslah sudah bahwa masing-masing ilmu pengetahuan ini akan mengejar dan mendalami kekhususannya itu kearah ilmu pengetahuan yang lain. Ilmu pengetahuan hukum pidana mengarah ke kriminologi, dan kriminologi mengarah ke ilmu pengetahuan hukum pidana.

No comments:

Post a Comment